Melepaskan

Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku,
sekarang kuanggap rugi karena Kristus. —Filipi 3:7

Ada pepatah yang mengatakan bahwa, “Sampah seseorang adalah harta bagi orang lain.” Ketika David Dudley mencoba untuk membantu orangtuanya membersihkan rumah dari “barang-barang yang tidak diperlukan” sebelum pindah ke rumah yang lebih kecil, ia menemukan kesulitan. Ia sering marah karena orangtuanya menolak untuk membuang barang-barang yang tidak pernah lagi mereka pakai selama puluhan tahun. Akhirnya ayah David menjelaskan supaya ia memahami bahwa meskipun sudah usang dan tidak berguna, barang-barang tersebut mengingatkannya pada kawan-kawan dekat dan kejadian-kejadian penting. Membuang barang-barang itu terasa seperti membuang kenangan lama.

Persamaan secara rohani tentang keengganan kita untuk melepaskan barang-barang yang tidak berguna di dalam rumah kita adalah ketidakmampuan kita untuk membersihkan hati kita dari sikap-sikap yang membebani kita.

Selama bertahun-tahun Saulus dari Tarsus berpegang kepada “kebenaran” dengan menaati hukum Taurat secara mutlak, sampai ia bertemu dengan Yesus di dalam peristiwa yang membutakannya saat melakukan perjalanan ke Damsyik (Kis. 9:1-8). Ketika bertemu langsung dengan Juruselamat yang telah bangkit, Paulus melepaskan kehidupan yang sangat dibanggakannya. Kemudian ia menulis, “Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus” (Flp. 3:7).

Ketika Roh Kudus mendorong kita untuk melepaskan segala sikap yang menghalangi kita untuk mengikut Kristus, kita menemukan kemerdekaan sejati untuk melepaskannya. —DCM

Melalui Kristus kita memiliki kemerdekaan
untuk melepaskan segala sesuatu yang perlu dilepaskan.

Waktunya Bertumbuh

Jumat, 20 Agustus 2010

Baca: 1 Korintus 3:1-17

Dan aku, saudara-saudara, pada waktu itu tidak dapat berbicara dengan kamu seperti dengan manusia rohani, tetapi hanya dengan manusia duniawi, yang belum dewasa dalam Kristus. —1 Korintus 3:1

Ketika sedang melihat-lihat beberapa kartu ucapan selamat ulang tahun di toko hadiah, saya menemukan selembar kartu yang membuat saya tertawa. Pesan di dalamnya berbunyi: “Anda hanya bisa menjadi muda satu kali, tetapi Anda bisa selamanya tidak tumbuh dewasa.” Kartu itu menggelitik saya.  Ada sesuatu yang menarik saat membayangkan kita tidak perlu tumbuh dewasa, seperti yang dapat kita baca dalam kisah Peter Pan.

Namun, kita tahu bahwa tidak tumbuh dewasa adalah salah, dan juga tidak dapat ditoleransi. Bagi orang Kristen, adalah penting bahwa kita bertumbuh. Setelah dilahirkan kembali dan menjadi murid Kristus, kita tidak diharapkan untuk terus menjadi bayi rohani. Alkitab menantang kita untuk bertumbuh dan semakin serupa dengan-Nya.

Dalam tulisannya untuk gereja di Korintus—gereja dengan banyak masalah—Paulus mengatakan bahwa permasalahan yang mereka hadapi berakar dari kurangnya pertumbuhan rohani mereka. Dalam 1 Korintus 3:1, ia berkata “Dan aku, saudara-saudara, pada waktu itu tidak dapat berbicara dengan kamu seperti dengan manusia rohani, tetapi hanya dengan manusia duniawi, yang belum dewasa dalam Kristus.”

Bagaimana kita dapat bertumbuh dari masa-masa menjadi bayi rohani?  Petrus menekankan, “Bertumbuhlah dalam kasih karunia dan dalam pengenalan akan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus” (2 Ptr. 3:18). Kita melakukannya dengan merenungkan firman Allah dan mengabdikan diri kita untuk berdoa (Mzm. 119:97-104; Kis. 1:14).  Seperti gereja yang bermasalah di Korintus, mungkin inilah waktunya bagi kita untuk bertumbuh menjadi dewasa. —WEC

Makin serupa, Yesus, Tuhanku,
Ini selalu cita-citaku
Makin bertambah di dalam kasihku,
Makin bersungguh menyangkal diriku. —Gabriel
(Buku Lagu PERKANTAS, No. 195)

Pertumbuhan rohani terjadi ketika iman diolah.