Diperbarui Lahir Batin

Sabtu, 30 September 2017

Diperbarui Lahir Batin

Baca: Yohanes 3:1-8, 13-16

3:1 Adalah seorang Farisi yang bernama Nikodemus, seorang pemimpin agama Yahudi.

3:2 Ia datang pada waktu malam kepada Yesus dan berkata: “Rabi, kami tahu, bahwa Engkau datang sebagai guru yang diutus Allah; sebab tidak ada seorangpun yang dapat mengadakan tanda-tanda yang Engkau adakan itu, jika Allah tidak menyertainya.”

3:3 Yesus menjawab, kata-Nya: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah.”

3:4 Kata Nikodemus kepada-Nya: “Bagaimanakah mungkin seorang dilahirkan, kalau ia sudah tua? Dapatkah ia masuk kembali ke dalam rahim ibunya dan dilahirkan lagi?”

3:5 Jawab Yesus: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah.

3:6 Apa yang dilahirkan dari daging, adalah daging, dan apa yang dilahirkan dari Roh, adalah roh.

3:7 Janganlah engkau heran, karena Aku berkata kepadamu: Kamu harus dilahirkan kembali.

3:8 Angin bertiup ke mana ia mau, dan engkau mendengar bunyinya, tetapi engkau tidak tahu dari mana ia datang atau ke mana ia pergi. Demikianlah halnya dengan tiap-tiap orang yang lahir dari Roh.”

3:13 Tidak ada seorangpun yang telah naik ke sorga, selain dari pada Dia yang telah turun dari sorga, yaitu Anak Manusia.

3:14 Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan,

3:15 supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal.

3:16 Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.

Sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah. —Yohanes 3:3

Diperbarui Lahir Batin

Beberapa tahun lalu, sebuah penerbit melakukan kesalahan besar. Sebuah buku yang telah berada di pasaran selama beberapa tahun diputuskan untuk diperbarui. Penulisnya menulis kembali buku itu agar tidak ketinggalan zaman. Namun masalah terjadi ketika revisi itu diterbitkan. Penerbit mencetak ulang buku itu dengan sampul baru yang menarik, tetapi isi bukunya masih versi yang lama.

Dari luar, buku itu terlihat baru dan segar, tetapi dalamnya kuno dan ketinggalan zaman. Edisi “cetak ulang” itu tidak benar-benar baru.

Terkadang manusia mengalami hal serupa. Mereka menyadari perlunya ada perubahan, karena segala sesuatu dalam hidup mereka sedang berjalan ke arah yang salah. Namun, apa yang mereka lakukan? Mereka memperbarui penampilan lahiriah mereka, tetapi tidak membuat perubahan penting di dalam hati mereka. Mereka bisa mengubah perilaku tetapi tidak menyadari bahwa hanya Allah yang dapat mengubah batin manusia.

Di Yohanes 3, Nikodemus menyadari bahwa Yesus “diutus Allah” (ay.2) dan Dia menawarkan sesuatu yang sangat berbeda. Perkataan Yesus membuat Nikodemus menyadari bahwa Yesus menawarkan kelahiran baru (ay.4): Ia harus “dilahirkan kembali”, yaitu diperbarui sepenuhnya lahir dan batin (ay.7).

Pembaruan seperti itu hanya terjadi melalui iman dalam Yesus Kristus. Itulah saat “yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang” (2Kor. 5:17). Apakah kamu membutuhkan pembaruan? Percayalah kepada Yesus. Dia akan mengubah hatimu dan membuat segala sesuatu menjadi baru. —Dave Branon

Tuhan, kini aku tahu bahwa perubahan lahiriah—perilaku, penampilan, sikap— tidak mengubah batinku. Aku percaya kepada Yesus, yang mati dan bangkit untuk mengampuni dosa-dosaku. Perbaruilah batinku—dari dalam jiwaku.

Hanya Allah yang sanggup memperbarui kita.

Bacaan Alkitab Setahun: Yesaya 9-10 dan Efesus 3

Iman yang Segar

Jumat, 29 September 2017

Iman yang Segar

Baca: Yohanes 20:24-29

20:24 Tetapi Tomas, seorang dari kedua belas murid itu, yang disebut Didimus, tidak ada bersama-sama mereka, ketika Yesus datang ke situ.

20:25 Maka kata murid-murid yang lain itu kepadanya: “Kami telah melihat Tuhan!” Tetapi Tomas berkata kepada mereka: “Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya.”

20:26 Delapan hari kemudian murid-murid Yesus berada kembali dalam rumah itu dan Tomas bersama-sama dengan mereka. Sementara pintu-pintu terkunci, Yesus datang dan Ia berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata: “Damai sejahtera bagi kamu!”

20:27 Kemudian Ia berkata kepada Tomas: “Taruhlah jarimu di sini dan lihatlah tangan-Ku, ulurkanlah tanganmu dan cucukkan ke dalam lambung-Ku dan jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah.”

20:28 Tomas menjawab Dia: “Ya Tuhanku dan Allahku!”

20:29 Kata Yesus kepadanya: “Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya.”

Marilah kita teguh berpegang pada pengakuan tentang pengharapan kita, sebab Ia, yang menjanjikannya, setia. —Ibrani 10:23

Iman yang Segar

Dahulu ketika putra kami bergumul dengan kecanduan heroin, jika kamu mengatakan kepada saya bahwa suatu hari kelak Allah akan memakai pengalaman kami untuk menguatkan keluarga lain dengan pergumulan serupa, saya pasti akan sulit menerimanya. Memang Allah bekerja dengan cara-Nya sendiri untuk memunculkan kebaikan yang tidak selalu mudah dilihat dari situasi-situasi sulit, terutama ketika kita sedang berada dalam situasi tersebut.

Tomas sang murid juga tidak menduga bahwa Allah akan memunculkan kebaikan dari peristiwa yang paling mengguncang imannya, yaitu penyaliban Yesus Kristus. Tomas tidak bersama murid-murid lainnya saat Yesus menjumpai mereka setelah kebangkitan-Nya, dan dalam dukacita yang besar ia bersikeras, “Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya” (Yoh. 20:25). Namun kemudian, saat Yesus muncul di hadapan semua murid, Roh Allah menggugah Tomas yang awalnya ragu untuk mengucapkan pernyataan iman yang luar biasa. Ketika Tomas berseru, “Ya Tuhanku dan Allahku!” (ay.28), ia menangkap kebenaran bahwa Yesus yang berdiri tepat di hadapannya benar-benar adalah Allah yang menjadi manusia. Itulah pengakuan iman yang tegas dan telah menguatkan serta menggugah orang percaya dari abad ke abad.

Allah kita sanggup menggugah iman yang segar dalam hati kita, bahkan pada saat-saat yang tidak kita harapkan. Kita dapat selalu mengandalkan kesetiaan-Nya. Tiada yang terlalu sulit bagi-Nya! —James Banks

Tuhan, terima kasih karena kasih-Mu lebih kuat daripada segala masalah besar yang kami hadapi—bahkan lebih daripada keraguan atau ketakutan kami yang terbesar!

Allah sanggup mengubah keraguan hati menjadi pengakuan iman yang tegas.

Bacaan Alkitab Setahun: Yesaya 7-8 dan Efesus 2

Saat Saya Tak Sanggup Berdoa

Kamis, 28 September 2017

Saat Saya Tak Sanggup Berdoa

Baca: Roma 8:22-26

8:22 Sebab kita tahu, bahwa sampai sekarang segala makhluk sama-sama mengeluh dan sama-sama merasa sakit bersalin.

8:23 Dan bukan hanya mereka saja, tetapi kita yang telah menerima karunia sulung Roh, kita juga mengeluh dalam hati kita sambil menantikan pengangkatan sebagai anak, yaitu pembebasan tubuh kita.

8:24 Sebab kita diselamatkan dalam pengharapan. Tetapi pengharapan yang dilihat, bukan pengharapan lagi; sebab bagaimana orang masih mengharapkan apa yang dilihatnya?

8:25 Tetapi jika kita mengharapkan apa yang tidak kita lihat, kita menantikannya dengan tekun.

8:26 Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan.

Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan. —Roma 8:26

Saat Saya Tak Sanggup Berdoa

November 2015, saya diberi tahu bahwa saya membutuhkan bedah jantung. Karena terguncang, saya langsung terpikir tentang kemungkinan meninggal dunia. Adakah hubungan yang perlu dipulihkan? Urusan keuangan yang perlu diselesaikan? Pekerjaan yang dapat diselesaikan lebih awal? Ada juga pekerjaan mendesak yang harus dialihkan kepada orang lain. Saya harus berdoa dan bertindak.

Namun saya tak bisa melakukan keduanya.

Tubuh lelah dan pikiran penat membuat saya tidak kuat melakukan pekerjaan yang paling sederhana sekalipun. Mungkin yang paling mengejutkan, ketika saya mencoba berdoa, pikiran saya terus teralihkan oleh rasa sakit, atau napas-napas pendek karena kerusakan jantung membuat saya mudah jatuh tertidur. Saya merasa frustrasi. Saya tidak dapat bekerja, bahkan tidak sanggup meminta Allah memperpanjang umur saya agar saya dapat menikmati lebih banyak waktu dengan keluarga!

Ketidakmampuan untuk berdoa begitu mengusik saya. Namun sama dengan semua kebutuhan manusia lainnya, Allah Sang Pencipta tahu apa yang saya alami. Akhirnya saya teringat bahwa Allah sudah menyiapkan dua hal untuk keadaan seperti ini: doa dari Roh Kudus untuk kita di saat kita tak bisa berdoa (Rm. 8:26); dan doa dari saudara-saudara seiman untuk kita (Yak. 5:16; Gal. 6:2).

Sungguh saya terhibur saat mengetahui bahwa Roh Kudus juga membawa kekhawatiran saya kepada Allah Bapa. Sungguh saya juga bahagia saat mendengar bahwa sejumlah teman dan kerabat juga mendoakan saya. Lalu muncul kejutan lainnya: Saat teman dan kerabat saya menanyakan apa yang bisa mereka doakan, jelaslah bahwa jawaban saya bagi pertanyaan mereka juga diterima oleh Allah sebagai doa. Alangkah berbahagianya ketika di tengah segala ketidakpastian, kita diingatkan bahwa Allah mendengar suara hati kita bahkan di saat kita merasa tidak sanggup berseru kepada-Nya.—Randy Kilgore

Allah tidak pernah luput mendengarkan suara anak-anak-Nya.

Bacaan Alkitab Setahun: Yesaya 5-6 dan Efesus 1

Artikel Terkait:

Dipulihkan Karena Doa

Pakaian yang Sesuai Iklim

Rabu, 27 September 2017

Pakaian yang Sesuai Iklim

Baca: Kolose 3:8-17

3:8 Tetapi sekarang, buanglah semuanya ini, yaitu marah, geram, kejahatan, fitnah dan kata-kata kotor yang keluar dari mulutmu.

3:9 Jangan lagi kamu saling mendustai, karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya,

3:10 dan telah mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya;

3:11 dalam hal ini tiada lagi orang Yunani atau orang Yahudi, orang bersunat atau orang tak bersunat, orang Barbar atau orang Skit, budak atau orang merdeka, tetapi Kristus adalah semua dan di dalam segala sesuatu.

3:12 Karena itu, sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihi-Nya, kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran.

3:13 Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian.

3:14 Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan.

3:15 Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu, karena untuk itulah kamu telah dipanggil menjadi satu tubuh. Dan bersyukurlah.

3:16 Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu.

3:17 Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita.

Di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan. —Kolose 3:14

Pakaian yang Sesuai Iklim

Saat mencabut label harga dari selembar pakaian musim dingin yang baru saya beli, saya tersenyum membaca kalimat di bagian belakang label itu: “PERINGATAN: Produk inovatif ini akan membuatmu ingin berlama-lama main di luar.” Dengan mengenakan pakaian yang sesuai iklim, seseorang dapat bertahan hidup dan bahkan berkembang dalam iklim yang buruk dan berubah-ubah.

Prinsip yang sama berlaku bagi kerohanian kita. Sebagai pengikut Yesus, pakaian rohani untuk segala iklim telah ditentukan Tuhan bagi kita dalam firman-Nya, Alkitab. “Sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihi-Nya, kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemah-lembutan dan kesabaran. Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian” (Kol. 3:12-13).

Pakaian yang disediakan Allah—kemurahan, kerendahan hati, dan kelemahlembutan—memampukan kita untuk menghadapi permusuhan dan kritik dengan penuh kesabaran, pengampunan, dan kasih. Semua itu memberi kita kekuatan untuk bertahan di tengah badai kehidupan.

Ketika kita menghadapi situasi yang tidak menyenangkan, baik di rumah, di sekolah, atau di tempat kerja, “pakaian” yang Allah mau kita kenakan akan melindungi kita dan memampukan kita untuk memberi pengaruh yang positif. “Di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan” (ay.14).

Pakaian yang sesuai dengan petunjuk Allah memang tidak mengubah iklim, tetapi akan menolong pemakainya untuk siap menghadapi iklim tersebut. —David McCasland

Bapa Surgawi, tolong aku untuk mengenakan pakaian kasih-Mu agar aku siap menghadapi apa pun yang terjadi dalam hidupku hari ini.

Kebaikan adalah pelumas yang mengurangi gesekan kita dengan sesama.

Bacaan Alkitab Setahun: Yesaya 3-4 dan Galatia 6

Dari Kosong Sampai Penuh

Selasa, 26 September 2017

Dari Kosong Sampai Penuh

Baca: 2 Raja-Raja 4:1-7

4:1 Salah seorang dari isteri-isteri para nabi mengadukan halnya kepada Elisa, sambil berseru: “Hambamu, suamiku, sudah mati dan engkau ini tahu, bahwa hambamu itu takut akan TUHAN. Tetapi sekarang, penagih hutang sudah datang untuk mengambil kedua orang anakku menjadi budaknya.”

4:2 Jawab Elisa kepadanya: “Apakah yang dapat kuperbuat bagimu? Beritahukanlah kepadaku apa-apa yang kaupunya di rumah.” Berkatalah perempuan itu: “Hambamu ini tidak punya sesuatu apapun di rumah, kecuali sebuah buli-buli berisi minyak.”

4:3 Lalu berkatalah Elisa: “Pergilah, mintalah bejana-bejana dari luar, dari pada segala tetanggamu, bejana-bejana kosong, tetapi jangan terlalu sedikit.

4:4 Kemudian masuklah, tutuplah pintu sesudah engkau dan anak-anakmu masuk, lalu tuanglah minyak itu ke dalam segala bejana. Mana yang penuh, angkatlah!”

4:5 Pergilah perempuan itu dari padanya; ditutupnyalah pintu sesudah ia dan anak-anaknya masuk; dan anak-anaknya mendekatkan bejana-bejana kepadanya, sedang ia terus menuang.

4:6 Ketika bejana-bejana itu sudah penuh, berkatalah perempuan itu kepada anaknya: “Dekatkanlah kepadaku sebuah bejana lagi,” tetapi jawabnya kepada ibunya: “Tidak ada lagi bejana.” Lalu berhentilah minyak itu mengalir.

4:7 Kemudian pergilah perempuan itu memberitahukannya kepada abdi Allah, dan orang ini berkata: “Pergilah, juallah minyak itu, bayarlah hutangmu, dan hiduplah dari lebihnya, engkau serta anak-anakmu.”

Ketika bejana-bejana itu sudah penuh, . . . berhentilah minyak itu mengalir. —2 Raja-Raja 4:6

Dari Kosong Sampai Penuh

Sebuah buku anak populer menceritakan kisah tentang seorang anak kampung yang miskin bernama Bartolomeus. Saat ia melepas topinya untuk menghormati raja, tiba-tiba topi yang mirip muncul dan langsung bertengger di atas kepalanya. Hal itu membuat raja marah karena ia menganggap anak itu tidak menghormatinya. Bartolomeus melepas topi demi topi sambil diseret ke istana untuk dihukum. Setiap kali ia melepas topinya, topi baru segera muncul di atas kepalanya. Tiap topi yang baru lebih indah daripada topi sebelumnya, bahkan dihiasi permata mahal dan bulu-bulu mewah. Topinya yang ke-500 diincar oleh Raja Derwin, yang akhirnya mengampuni Bartolomeus dan membeli topi itu seharga 500 keping emas. Setelah itu, tidak ada lagi topi yang muncul di kepala Bartolomeus; ia menerima kebebasan dan uang yang dapat menghidupi keluarganya.

Seorang janda datang kepada Elisa karena masalah keuangannya. Janda itu takut anak-anaknya akan dijual sebagai budak untuk membayar utangnya (2Raj. 4). Ia tidak punya harta selain sebuah bejana berisi minyak. Allah melipatgandakan minyak itu hingga bejana si janda dan bejana-bejana pinjamannya penuh. Hasil penjualan minyak pun digunakannya membayar utang dan memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari (ay.7).

Cara Allah menyediakan kebutuhan finansial janda itu hampir serupa dengan cara-Nya memberikan keselamatan bagi saya. Hidup saya bangkrut karena dosa, tetapi Yesus Kristus membayar utang saya—sekaligus memberikan hidup kekal kepada saya! Tanpa Yesus, setiap dari kita bagaikan anak kampung yang miskin dan yang tidak punya apa-apa untuk membayar semua pelanggaran kita terhadap Sang Raja. Dengan cara-Nya yang ajaib, Allah menyediakan tebusan yang mahal bagi kita, dan memastikan bahwa setiap orang yang percaya kepada-Nya akan memiliki hidup yang berkelimpahan selamanya.—Kirsten Holmberg

Tuhan, terima kasih karena Engkau melunasi utangku melalui pengorbanan Yesus Kristus. Aku tak punya apa-apa; Engkau yang membayar seluruhnya bagiku.

Pengorbanan Yesus Kristus melunasi utang rohani kita.

Bacaan Alkitab Setahun: Yesaya 1-2 dan Galatia 5

Terpisah tetapi Tidak Terabaikan

Senin, 25 September 2017

Terpisah tetapi Tidak Terabaikan

Baca: Kisah Para Rasul 20:17-20, 35-38

20:17 Karena itu ia menyuruh seorang dari Miletus ke Efesus dengan pesan supaya para penatua jemaat datang ke Miletus.

20:18 Sesudah mereka datang, berkatalah ia kepada mereka: “Kamu tahu, bagaimana aku hidup di antara kamu sejak hari pertama aku tiba di Asia ini:

20:19 dengan segala rendah hati aku melayani Tuhan. Dalam pelayanan itu aku banyak mencucurkan air mata dan banyak mengalami pencobaan dari pihak orang Yahudi yang mau membunuh aku.

20:20 Sungguhpun demikian aku tidak pernah melalaikan apa yang berguna bagi kamu. Semua kuberitakan dan kuajarkan kepada kamu, baik di muka umum maupun dalam perkumpulan-perkumpulan di rumah kamu;

20:35 Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus, sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima.”

20:36 Sesudah mengucapkan kata-kata itu Paulus berlutut dan berdoa bersama-sama dengan mereka semua.

20:37 Maka menangislah mereka semua tersedu-sedu dan sambil memeluk Paulus, mereka berulang-ulang mencium dia.

20:38 Mereka sangat berdukacita, terlebih-lebih karena ia katakan, bahwa mereka tidak akan melihat mukanya lagi. Lalu mereka mengantar dia ke kapal.

Sekarang aku menyerahkan kamu kepada Tuhan dan kepada firman kasih karunia-Nya, yang berkuasa membangun kamu. —Kisah Para Rasul 20:32

Terpisah tetapi Tidak Terabaikan

Karena haru, saya nyaris tak bisa berkata-kata saat harus berpisah dengan keponakan saya sebelum ia berangkat ke Massachusetts untuk menempuh kuliah pascasarjana di Universitas Boston. Meskipun ia pernah berkuliah di luar kota selama empat tahun, sekolahnya masih berada di negara bagian tempat kami tinggal. Hanya dengan berkendara 2,5 jam, kami dapat mudah bertemu dengannya. Namun sekarang ia berkuliah di kota yang jauhnya lebih dari 1.300 km. Kami tidak bisa lagi bertemu secara rutin untuk berbincang-bincang. Saya harus meyakini bahwa Allah yang akan memeliharanya.

Rasul Paulus mungkin merasakan hal yang sama saat harus berpisah dengan tua-tua jemaat di Efesus. Setelah merintis gereja itu dan mengajar mereka selama tiga tahun, Paulus menganggap tua-tua itu sebagai keluarganya sendiri. Kini Paulus akan pergi ke Yerusalem dan ia tidak akan bertemu mereka lagi.

Namun, Paulus memberikan nasihat perpisahan untuk jemaat di Efesus. Meskipun tidak lagi memiliki Paulus sebagai guru, mereka tidak perlu merasa terabaikan. Allah akan terus melatih mereka menjadi pemimpin gereja melalui “firman kasih karunia-Nya” (Kis. 20:32). Berbeda dengan Paulus, Allah akan selalu bersama mereka.

Baik kita melepas anak-anak kita untuk hidup mandiri atau kerabat dan sahabat kita yang pindah tempat tinggal—mengucapkan perpisahan memang tidak mudah. Mereka berada di luar jangkauan kita dan telah memulai kehidupan baru. Ketika berpisah dengan mereka, kita dapat meyakini bahwa Allah akan menyertai mereka. Allah dapat terus membentuk kehidupan mereka dan memenuhi kebutuhan mereka—lebih dari yang dapat kita lakukan. —Linda Washington

Tuhan, tolong kami untuk mempercayai pemeliharaan-Mu atas orang-orang terkasih yang berada jauh dari kami.

Meskipun kita jauh dari orang-orang yang kita kasihi, mereka tidak pernah jauh dari Allah.

Bacaan Alkitab Setahun: Kidung Agung 6-8 dan Galatia 4

Artikel Terkait:

Susahnya Mencintai Ayahku

Hidup dalam Kemah

Minggu, 24 September 2017

Hidup dalam Kemah

Baca: Kejadian 12:4-9

12:4 Lalu pergilah Abram seperti yang difirmankan TUHAN kepadanya, dan Lotpun ikut bersama-sama dengan dia; Abram berumur tujuh puluh lima tahun, ketika ia berangkat dari Haran.

12:5 Abram membawa Sarai, isterinya, dan Lot, anak saudaranya, dan segala harta benda yang didapat mereka dan orang-orang yang diperoleh mereka di Haran; mereka berangkat ke tanah Kanaan, lalu sampai di situ.

12:6 Abram berjalan melalui negeri itu sampai ke suatu tempat dekat Sikhem, yakni pohon tarbantin di More. Waktu itu orang Kanaan diam di negeri itu.

12:7 Ketika itu TUHAN menampakkan diri kepada Abram dan berfirman: “Aku akan memberikan negeri ini kepada keturunanmu.” Maka didirikannya di situ mezbah bagi TUHAN yang telah menampakkan diri kepadanya.

12:8 Kemudian ia pindah dari situ ke pegunungan di sebelah timur Betel. Ia memasang kemahnya dengan Betel di sebelah barat dan Ai di sebelah timur, lalu ia mendirikan di situ mezbah bagi TUHAN dan memanggil nama TUHAN.

12:9 Sesudah itu Abram berangkat dan makin jauh ia berjalan ke Tanah Negeb.

Kemudian ia pindah dari situ ke pegunungan di sebelah timur Betel. Ia memasang kemahnya dengan Betel di sebelah barat dan Ai di sebelah timur. —Kejadian 12:8

Hidup dalam Kemah

Karena bertumbuh besar di Minnesota yang dikenal dengan danau-danaunya yang indah, saya senang pergi berkemah untuk menikmati keindahan alam ciptaan Allah. Namun, jujur saja, tidur di kemah yang tipis dan rapuh bukanlah bagian favorit dari pengalaman itu—apalagi saat hujan di malam hari dan kemah yang bocor membuat kantong tidur pun menjadi basah.

Saya dibuat kagum saat mengingat salah seorang pahlawan iman kita pernah hidup ratusan tahun di dalam kemah. Ketika berusia 75 tahun, Abraham menerima panggilan Allah untuk meninggalkan negerinya agar Dia dapat menjadikannya sebagai bangsa yang baru (Kej. 12:1-2). Abraham taat dan percaya bahwa Allah akan menepati janji-Nya. Dan di sepanjang hidupnya, sampai ia meninggal dunia pada usia 175 tahun (KEJ. 25:7), ia hidup jauh dari negeri asalnya dan tinggal dalam kemah.

Kita mungkin tidak menerima panggilan yang sama seperti Abraham untuk hidup berpindah-pindah tempat tinggal. Namun, meski kita mengasihi dan melayani dunia ini dan penduduknya, kita mungkin merindukan suatu kediaman yang melebihi tempat tinggal kita di bumi. Ketika keadaan hidup kita didera oleh berbagai badai pergumulan, seperti Abraham kita dapat menantikan dengan iman sebuah kota yang akan datang, yang “direncanakan dan dibangun oleh Allah” (Ibr. 11:10). Dan seperti Abraham, kita dapat tetap berpengharapan bahwa Allah sedang bekerja untuk memperbarui ciptaan-Nya, mempersiapkan “tanah air yang lebih baik yaitu satu tanah air sorgawi” yang akan datang (ay.16). —Amy Boucher Pye

Tuhan Allah, Engkaulah perlindungan dan dasar kami yang teguh. Kiranya kami percaya kepada-Mu dalam hal-hal besar maupun kecil.

Allah memberi kita dasar yang teguh bagi hidup kita.

Bacaan Alkitab Setahun: Kidung Agung 4-5 dan Galatia 3

Jawaban Simon

Sabtu, 23 September 2017

Jawaban Simon

Baca: Lukas 5:1-11

5:1 Pada suatu kali Yesus berdiri di pantai danau Genesaret, sedang orang banyak mengerumuni Dia hendak mendengarkan firman Allah.

5:2 Ia melihat dua perahu di tepi pantai. Nelayan-nelayannya telah turun dan sedang membasuh jalanya.

5:3 Ia naik ke dalam salah satu perahu itu, yaitu perahu Simon, dan menyuruh dia supaya menolakkan perahunya sedikit jauh dari pantai. Lalu Ia duduk dan mengajar orang banyak dari atas perahu.

5:4 Setelah selesai berbicara, Ia berkata kepada Simon: “Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan.”

5:5 Simon menjawab: “Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga.”

5:6 Dan setelah mereka melakukannya, mereka menangkap sejumlah besar ikan, sehingga jala mereka mulai koyak.

5:7 Lalu mereka memberi isyarat kepada teman-temannya di perahu yang lain supaya mereka datang membantunya. Dan mereka itu datang, lalu mereka bersama-sama mengisi kedua perahu itu dengan ikan hingga hampir tenggelam.

5:8 Ketika Simon Petrus melihat hal itu iapun tersungkur di depan Yesus dan berkata: “Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa.”

5:9 Sebab ia dan semua orang yang bersama-sama dengan dia takjub oleh karena banyaknya ikan yang mereka tangkap;

5:10 demikian juga Yakobus dan Yohanes, anak-anak Zebedeus, yang menjadi teman Simon. Kata Yesus kepada Simon: “Jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia.”

5:11 Dan sesudah mereka menghela perahu-perahunya ke darat, merekapun meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikut Yesus.

Simon menjawab: “. . . tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga.” —Lukas 5:5

Jawaban Simon

Refuge Rabindranath telah melayani kaum muda di Sri Lanka lebih dari sepuluh tahun. Ia sering berinteraksi dengan para pemuda hingga larut malam—bermain bersama, mendengarkan, menasihati, dan mengajar mereka. Ia menikmati pelayanannya itu, tetapi terkadang ia juga merasa kecewa ketika murid-murid yang menjanjikan ternyata meninggalkan imannya. Adakalanya ia merasa seperti Simon Petrus di Lukas 5.

Simon telah bekerja sepanjang malam tetapi tidak mendapatkan ikan seekor pun (ay.5). Ia merasa putus asa dan lelah. Namun ketika Yesus berkata kepadanya, “Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan” (ay.4), Simon menjawab, “Karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga” (ay.5).

Sungguh luar biasa ketaatan Simon. Sebagai nelayan berpengalaman, Simon tahu ikan-ikan akan bergerak ke dasar danau saat matahari terbit. Jala yang mereka gunakan tidak akan dapat menjangkau sedalam itu.

Kesediaan Simon untuk mempercayai Yesus tidak berakhir sia-sia. Tidak hanya menangkap sejumlah besar ikan, Simon juga mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang siapa Yesus sebenarnya. Semula ia memanggil Yesus sebagai “Guru” (ay.5), tetapi kemudian ia memanggil-Nya “Tuhan” (ay.8). Memang, mendengarkan Tuhan sering membuat kita dapat melihat langsung karya Allah dan mendekatkan kita kepada-Nya.

Mungkin Allah sedang memanggil kamu supaya kembali “menebarkan jala”. Kiranya kita menjawab Tuhan seperti Simon menjawab-Nya, “Karena Engkau menyuruhnya, aku akan [melakukannya].” —Poh Fang Chia

Bapa, sungguh kehormatan bagi kami untuk memanggil-Mu, “Tuhan.” Tolong kami menaati dan mempercayai-Mu, serta makin memahami arti berjalan bersama-Mu.

Ketaatan kepada Allah akan menuntun kita melewati ketidakpastian dan membawa kita semakin dekat kepada-Nya.

Bacaan Alkitab Setahun: Kidung Agung 1-3 dan Galatia 2

Di Balik Kepergian Papa yang Mendadak, Ada Pertolongan Tuhan yang Tak Terduga

Oleh Peregrinus Roland Effendi, Cilacap

Di Minggu pagi yang tenang, tiba-tiba duniaku seakan runtuh. Dari balik telepon, suara mamaku bergetar, “Papa sakit keras, kamu cepat pulang ke rumah!” Namun, belum sempat aku beranjak pulang, Mama kembali menelepon. Kali ini suaranya berubah lirih, “Papa sudah meninggal.”

Peristiwa mendadak ini membuat perasaanku tidak karuan. Aku tertegun dan tak habis pikir. Mengapa Tuhan memanggil pulang Papa begitu cepat? Papa tidak punya riwayat sakit penyakit yang dideritanya. Papa juga bersahabat baik dengan semua orang. Tapi, mengapa? Pertanyaan itu terus menggantung di benakku seraya aku menyiapkan diri untuk segera pulang ke rumahku di Sidareja, sebuah kota kecamatan kecil di perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah.

Kesedihanku tidak berhenti sampai di sini. Siang itu tidak ada angkutan umum yang tersedia untuk mengantarku pulang. Tiket kereta api, bus, juga angkutan travel semuanya ludes dan baru tersedia keesokan harinya. Aku sempat berpikiran untuk nekat saja pulang mengendarai sepeda motor supaya bisa melihat wajah Papa sebelum upacara tutup peti. Tapi, ketika aku menceritakan rencana ini kepada sahabatku, dengan tegas dia mencegahku. Katanya, perjalanan naik motor itu berbahaya, apalagi jika ditambah dengan kondisi perasaanku yang penuh kesedihan. Namun, karena aku tetap bersikukuh untuk segera pulang, akhirnya dia menawarkan diri untuk mengantarku naik motor hingga ke Sidareja.

Perjalanan sejauh kurang lebih 200 kilometer itu tidak berjalan mulus. Dalam keadaan normal saja biasanya dibutuhkan waktu sekitar 7 hingga 8 jam untuk tiba di rumahku. Tapi, siang itu hujan turun dengan deras dan membuat perjalanan kami jadi lebih sulit. Aku jadi tambah bertanya-tanya pada Tuhan. “Kok tega sih, Tuhan?” Tapi, Tuhan seolah bergeming. Hujan tetap turun, malah bertambah deras tanpa ada tanda-tanda akan berhenti. Lalu, sahabatku yang mengendarai motor pun salah jalan sehingga kami tersesat dan berputar-putar selama satu jam di daerah yang sama.

Sudah empat jam berkendara, hari mulai gelap dan hujan masih mengguyur. Perjalanan ini membuatku lelah secara fisik maupun rohani. Badanku terasa pegal dan hatiku pun bertambah sedih karena ingin segera melihat Papa. Namun, ada sebuah peristiwa yang tidak terduga terjadi. Saat sahabatku sudah berhasil menemukan jalan utama yang menuju Cilacap, ada sebuah mobil yang berada di depan motor kami. Ketika aku melihat pelat nomornya, aku yakin bahwa itu adalah mobil saudaraku dari Jakarta. Kutepuk pundak sahabatku dan memintanya memposisikan motor tepat di samping mobil itu. Ternyata, benar, di dalam mobil itu ada rombongan saudara-saudaraku yang juga akan melayat Papa. Lalu, kami pun menepi sejenak. Sahabatku memutuskan untuk kembali lagi ke Jogja karena keesokan harinya dia harus bekerja dan aku melanjutkan perjalanan ke rumah bersama saudara-saudaraku.

Perisitiwa tak terduga ini sedikit menjawab pertanyaanku akan di mana kebaikan Tuhan ketika aku sedang berduka. Tuhan menjawabnya dengan memberikan sebuah pertolongan. Tuhan tahu bahwa perjalanan menuju rumahku masih jauh, lalu aku dan sahabatku pun pasti kelelahan mengendarai sepeda motor. Ketika aku bertemu dengan mobil saudaraku di tengah jalan, aku tahu ini adalah cara Tuhan menolongku. Tuhan tidak menghapus perasaan dukaku begitu saja, tetapi Dia ingin di balik duka ini, aku bisa mempercayai-Nya yang jauh lebih besar daripada setiap masalah yang kuhadapi.

Setibanya di rumah, di depan jenazah Papa aku termangu. Papa adalah seorang ayah yang berpendirian keras. Namun, dia tidak pernah sekalipun memukul Mama ataupun anak-anaknya. Lewat kerja keras berjualan sembako di toko kelontong, Papa mewujudkan cintanya untuk ketiga anaknya. Dari setiap Rupiah yang Papa kumpulkan, Papa sanggup membiayai aku dan kedua kakakku untuk mengenyam pendidikan tinggi di luar kota hingga bisa lulus menjadi sarjana.

Mamaku bertutur, katanya sekitar dua minggu menjelang kematian Papa, ada sesuatu yang unik terjadi. Papa adalah seorang Katolik, tapi jarang pergi ke gereja karena harus bekerja menjaga toko. Namun, entah mengapa belakangan ini dia begitu bersemangat pergi ke gereja. Gaya bicaranya yang biasanya keras pun berubah menjadi lemah lembut. Aku tidak tahu apa yang Papa rasakan saat itu hingga Dia begitu bersemangat untuk menyambut Tuhan dalam tiap ibadah di gereja. Hingga suatu ketika, di Minggu pagi yang cerah, Tuhan memanggil pulang Papa ketika dia sedang beribadah dan menerima perjamuan kudus di gereja.

Di tengah perasaan dukaku, Tuhan mengingatkanku dengan sebuah ayat. “Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan” (Yesaya 41:10).

Seperti peristiwa pertolongan Tuhan yang tak terduga saat aku dalam perjalanan menuju rumah, aku percaya bahwa Tuhan terus akan menolongku dan keluargaku dalam menghadapi kehidupan sepeninggal Papa.

Waktu itu, ketika aku dalam hati memohon supaya hujan berhenti, tapi hujan malah bertambah besar. Namun, Tuhan menyediakan pertolongan lain berupa pertemuan dengan saudaraku yang berada dalam mobil. Kadang, ketika kita memohon pertolongan Tuhan dalam masalah yang kita hadapi, Tuhan tidak mengubah keadaan begitu saja. Tuhan tidak mengubah keadaan dukacitaku menjadi sukacita dalam sekejap. Tapi, Tuhan mengubah hati dan pikiranku melalui cara dan pertolongan-Nya yang jauh di luar pemikiran kita.

Tuhan adalah Tuhan yang mengagumkan. Dia berjanji bahwa Dia akan menghibur setiap orang yang berdukacita (Matius 5:4). Hari ini, maukah kamu menyerahkan rasa dukamu kepada Tuhan dan mengizinkan-Nya menolongmu dengan cara-Nya?

Baca Juga:

Pelajaran Berharga dari Skripsi yang Tak Kunjung Usai

Ketika aku masih menjadi mahasiswa tingkat akhir, aku menganggap skripsi sebagai momok yang begitu menakutkan. Tatkala teman-teman seangkatanku begitu bersemangat untuk segera lulus, aku malah membiarkan waktuku selama satu semester pertama terbuang percuma tanpa hasil apapun.